ARISTOTELES
Komunitas Sipil
…seorang organisatoris yang teliti dan ingin menjernihkan konsep-konsep kita…
Komunitas Sipil
…seorang organisatoris yang teliti dan ingin menjernihkan konsep-konsep kita…
A. Pendekatan Aristoteles
Aristoteles adalah seorang filsuf dan ilmuwan yang lahir di Macedonia. Ia menjadi murid dari Plato (mengikuti akademi Plato di Athena), selama dua puluh tahun. Ayahnya adalah seorang dokter yang sangat ternama pada zamannya, ini juga memegang peranan yang mempengaruhi pola fikir Aristoteles. Filsafat Aristoteles bersifat naturalistis dan teleologis. Disebut naturalistis karena focus perhatiannya adalah pada perubahan-perubahan alam atau yang kita kenal dengan proses alam. Disebut bersifat teleologis karena dia percaya bahwa segala perubahan-perubahan atau proses alam ini memiliki tujuan, dan ia berfokus pada pencapaian tujuan ini.
Kita dapat menemukan bahwa filsafat Aristoteles sebenarnya merupakan kritik atas filsafat Plato yang adalah gurunya. Plato yang beranggapan bahwa dunia inderawi adalah dunia yang fana dan akan hancur dimakan waktu, oleh karena itu tentulah ada dunia yang tidak akan lekang oleh waktu, dunia ini diperkenalkan oleh Plato dengan istilah dunia Ide. Contohnya; kita melihat seekor kuda, tentu kita tahu bahwa kuda Indonesia berbeda dengan kuda Eropa, namun bagaimanapun perbedaan itu, setiap kali kita berjumpa dengan kuda kita akan tahu bahwa itu adalah kuda. Hal ini berarti ada kuda ide yang sempurna yang menjadi patokan kita dalam memahami kuda-kuda yang fana. Aristoteles menganggap bahwa Plato telah membolak-balik cara berfikir yang benar. Kalau Plato beranggapan bahwa kuda Ide ada lebih dulu ketimbang kuda indra, maka Aristoteles justru menyadari bahwa kuda indralah yang menyebabkan munculnya kuda ide. Kita melihat kuda, mengidentifikasinya dan kemudian merekamnya, sehingga ketika kita bertemu dengan kuda yang lainnya, sekalipun ada perbedaan, rekaman kita tadi akan memberi keputusan bahwa itu adalah kuda. Dengan demikian Aristoteles hendak mengatakan bahwa kuda ide dan kuda nyata tidak dapat dipisahkan, sebab kuda ide adalah ciri khas dari kuda nyata. Apakaitan antara pokok bahasan kita? Seperti kami katakan bahwa Aristoteles yakin bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengelompokkan berdasarkan kategori-kategori dan ini dimungkinkan karena manusia memliki akal. Akal inilah yang akan menuntun kita pada pemberian nilai-nilai dalam masyarakat nantinya. Ingat bahwa bukan nilai yang pertama muncul (ide tentang kebenaran, keadilan, dll), melainkan pengalaman indrawi yang akan memacu akal untuk mengklasifikasikan sesuatu sebagai kebaikan, keadilan, dll. Aritoteles berpendapat ada tiga bentuk kebahagiaan :
- Hidup senang dan nikmat
- Menjadi warga Negara yang bebas dan bertanggungjawab
- Menjadi seorang ahli pikir dan filosof.
Ketiga criteria ini harus ada pada saat yang sama, ia menolak akan ketidak seimbangan yang diakibatkan ekstrim-ekstrim tertentu, maksudnya ia melihat keberanian sebagai sebuah bentuk kebahagiaan diantara ekstrim membabi buta dan ekstrim pengecut. Jelas bahwa pendekatan Aristoteles didasarkan pada metode kesehatan Yunani, yang menekankan hidup seimbang dan sederhana sebagai pola hidup yang sempurna dan menolak pola hidup yang berlebihan dan berkekurangan.
B. Teori Aritoteles Mengenai Manusia
Pendekatan Aristoteles tadi yang menekankan keseimbangan disebut dengan “teori jalan tengah”. Salah satu proyek Filsafat Plato adalah membereskan “kamar alam raya”. Ia mengelompokkan segala sesuatu pada bagiannya yang tepat. Misalnya Liskwin adalah mahluk hidup, lebih khusus lagi binatang, bertulang belakang, mamalia dan menyusui serta memiliki akal, lebih khususnya manusia, lebih khusus lagi manusia betina (perempuan). Pengelompokan-pengelompokan ini akan membantu manusia untuk pembagian kerja yang nantinya akan kita lihat dalam konsep Negara.
Baginya segala sesuatu memiliki potensi untuk mencapai tujuannya. Sama halnya dengan manusia yang bagianya memiliki sifat-sifat kebinatangan, hanya saja kelebihan manusia adalah manusia memiliki akal praktis yang berfungsi untuk mengontrol nafsu (dorongan-dorongan non-rasional) dan akal teoritis yang merupakan kemampuan memahami apa yang berlangsung dalam alam semesta dan memahami operasi-operasinya. Pada taraf tertentu nafsu manusia bersifat social, misalnya nafsu seks, tidak akan dapat terpenuhi secara sempurna tanpa adanya interaksi dengan pasangannya (wanita). Keperluan manusia untuk berinteraksi, bersahabat dll, merupakan nafsu social yang ada dalam manusia. Jelas bahwa sekalipun semua manusia memiliki potensi untuk mencapai kebahagiaan (dalam hal ini keseimbangan), akan tetapi tokh tidak semua dapat berhasil, hanya segelintir saja yang dapat sampai pada pemenuhan materil dan spiritual yang cukup.
C. Teori Aristoteles tentang Masyarakat.
Nafsu social manusia tadi akan mendorong manusia untuk saling mengadakan interaksi satu dengan yang lainnya. Bagi Aristoteles persahabatan adalah norma yang akan menjadi pengikat relasi tersebut, sedang kasih sayang akan menjadi ukuran bagi interaksi tersebut sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran. Ia juga melihat bahwa ikatan keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah masyarakat. Ikatan keluarga ini akan membentuk ikatan yang lebih besar lagi yaitu desa dan kemudia menjadi kota lalu Negara. Akan tetapi yang ideal bagi Aristoteles adalah kota. Sebab baginya interaksi harus senantiasa berlangsung secara berhadap-hadapan. Karena itu Negara yang sudah menjadi komunitas masyarakat yang terlalu besar akan menyulitkan terciptanya relasi seperti ini. Ia melihat potensi manusia tadi sebagai sebuah dasar kesetaraan, sehingga semua individu dalam masyarakat bergerak dalam tujuan yang sama untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan bersama dengan menggunakan potensi masing-masing individu.
Aristoteles menggolongkan masyarakat dalam beberapa tipe politik :
- Monarkhi (satu orang yang memerintah demi kepentingan polis) ≠ Tirani
- Aristokrasi (segelintir orang memerintah dengan cara yang sama dan demi tujuan polis) ≠ Oligarkhi
- Politeia (pemerintahan banyak orang untuk tujuan yang sama) ≠ Demokrasi
D. Implikasi Praktis
Ide Aristoteles tentang masyarakat polis yang didasarkan pada ikatan persahabatan dan kemudian di ukur dengan nilai kasih saying. Tentu saja ini dapat dicapai jika pemahaman Aristoteles akan semua manusia bahkan segala sesuatu memiliki potensi untuk mencapai tujuan juga dapat kita terima bersama. Pemahaman ini nantinya akan mengembangkan sikap memandang orang lain setara dengan kita dan tidak ada yang lebih tinggi, yang membedakan hanyalah pembagian tugas, yang merupakan penggolongan berdasarkan potensi individu masing-masing.
Dalam kaitannya dengan pembangunan Jemaat ide Aristoteles dapat disejajarkan tentang ide orang Samaria yang murah hati yang di kisahkan oleh Yesus. Ide kesetaraan yang melihat semua manusia memiliki potensi, oleh karena itu kita sama dan juga melihat status social hanyalah konsekwensi pembagian tugas dan bukannya sekat pembawaan lahiriah. Pola pandang ini juga akan membantu kita sebagai pemimpin dalam jemaat untuk menemukan potensi pada diri anggota jemaat, dan tentunya tidak menganggap anggota dewan lebih tinggi dari tukang kayu, sebab jabatan mereka hanyalah implikasi praktis dari potensi masing-masing.
E. Kritik
Bagaimanapun Aristoteles mamahami manusia sebagai manusia yang memiliki potensi, dan karena itu adalah setara, namun ia memiliki pandangan yang khas mengenai perekpuan. Baginya perempuan adalah laki-laki yang tidak sempurna. Dalam kaitannya dengan hubungan seksual, laki-laki cendrung represif sedang wanita hanya menerima. Dalam hal ini laki-laki dipandang sebagai pembawa benih (sifat-sifat dan cirri khas), sedang wanita hanyalah ladang yang merupakan tempat tumbuh benih, namun tidak memberikan sumbangsih cirikhas atau sifat-sifatnya.
Jelas pandangannya ini sangat dipengaruhi oleh budaya Patriakhal dan analisa medis. Hal ini penting untuk dikritik, karena pandangannya inilah yang kemudian diwarisi oleh gereja selama berabad-abad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar